Sebagian orang mungkin pernah merasa keliyengan, pusing, sensasi jatuh, berputar, penglihatan kabur, bahkan pingsan saat berpindah posisi dari duduk ke berdiri atau berbaring lalu berdiri. Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Makassar, Sulawesi Selatan, Dito Anurogo mengatakan, kondisi itu terjadi karena tekanan darah turun.
“Hipotensi postural atau hipotensi ortostatik adalah menurunnya tekanan darah karena perubahan posisi,” kata Dito kepada Tempo, Sabtu 4 Desember 2021. Pada kondisi normal, gravitasi menyebabkan darah mengalir ke kaki saat seseorang berdiri. Tubuh kemudian mengkompensasi dengan meningkatkan denyut jantung dan menyempitkan pembuluh darah.
Mekanisme tersebut memastikan tersedia cukup darah yang kembali ke otak. Sementara ada penderita hipotensi postural atau hipotensi ortostatik, mekanisme kompensasi ini tidak terjadi. Akibatnya, tekanan darah menurun, memicu terjadinya beragam gejala tadi.
Secara umum, menurut Dito, hipotensi dapat bersumber dari dua hal, yakni jantung dan pembuluh darah. Pada hipotensi yang pemicunya dari jantung atau cardiac, disebabkan output yang rendah. Hal ini terjadi pada keadaan aritmia atau ketidakteraturan ritme jantung, penyakit jantung struktural, dan hipovolemia. Pada aritmia, gejalanya adalah bradikardi (denyut jantung melambat), takikardi (denyut jantung bertambah cepat), dan fibrilasi.
Adapun penyakit struktural struktural, misalkan penyakit katub jantung, penyakit jantung iskemik, penyakit perikardial, tamponade jantung, penyakit kongenital, kardiomiopati obstruktif, kardiomiopati dilatasi, hipertensi paru-paru primer. Hipovolemia adalah penurunan volume darah. Kondisinya berupa perdarahan (hemorrhage), diare, dehidrasi (kekurangan cairan tubuh), orthostatic volume shifts, dan obat golongan diuretik.
Sementara untuk hipotensi yang berasal dari pembuluh darah (vascular), terbagi menjadi dua, yakni vasodilatasi sistemik dan obstruktif. Vasodilatasi sistemik terjadi pada kondisi sepsis, anafilaksis, neurogenik, disfungsi otonomik, obat-obatan. Sedangkan obstruktif dijumpai pada emboli paru-paru.
Mengenai penanganannya, Dito mengatakan, penderita hipotensi dapat memilih dua pendekatan, yakni terapi farmakologis dengan cara mengkonsumsi obat-obatan dan non-farmakologis dengan mengubah gaya hidup. “Hipotensi perlu segera diatasi oleh dokter sebelum berlanjut menjadi komplikasi,” kata Dito yang sedang menempuh S3 di International PhD Program for Cell Therapy and Regeneration Medicine (IPCTRM), College of Medicine, Taipei Medical University (TMU), Taiwan.